Teori ini menyatakan, Islam masuk di Indonesia melalui China, tentunya dibawa oleh para saudagar China yang sejak dahulu kala dikenal sebagai pedagang yang sangat mobile. Apalagi daratan China dan Indonesia relatif lebih dekat. Kalangan ilmuan China, terutama ilmuan China muslim mengklaim China sudah sangat akrab dengan kota Mekkah dan Madinah. Pernyataan Nabi: Uthlub al-'Ilm wa alu bi al-Shin (tuntutlah ilmu walau sampai di tanah China) dijadikan bukti akan kedekatan itu. Dari mana Nabi Muhammad Saw tahu tentang China kalau tidak ada wawasan tentang China yang sudah berkembang di kawasan itu jauh sebelumnya. Kita tahu China adalah salahsatu peradaban dunia yang tertua juga.
Memang ada kontroversi tentang kata shin dalam hadis di atas. Sejumlah ilmuan India mengklaim yang dimaksud hadis itu bukan China yang amat jauh dari tanah Arab tetapi Kota Sindu (Sind) yang masuk dalam wilayah India. Menurut mereka, itu lebih masuk akal karena India dan Arab masih dapat ditempuh dengan darat, lagi pula hubungan dagang dan budaya antara Arab dan India terjalin sudah cukup lama. Namun anggapan ini dibantah oleh kalangan ahli sejarah Timur Tengah, karena peradaban China saat itu di bawah Dinasti Tsang sudah malang melintang di kawasan Timur Tengah. Bahkan sejumlah keramik yang ditemukan, termasuk keramik yang menempel di Masjid Nabi juga berasal dari China. Kertas dalam ukuran modern saat itu sudah mampu diproduksi di China sehingga salah satu barang dagangan China ke kawasan ini ialah kertas.
Teori ini pernah diungkapkan juga oleh sejumlah ilmuan kita di Tanah Air, seperti Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby. Hanya saja disayangkan kenapa mereka tidak melanjutkan penelitiannya untuk lebih membuktikan asumsinya agar bisa dipertimbangkan sebagai suatu kebenaran akademik yang dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi teori ini sebetulnya sangat masuk akal dengan berbagai pertimbangan. Ditemukannya sahabat Nabi di China yang notabene lebih jauh dari Indonesia. Para pelaut Arab tentu membutuhkan air tawar atau bahan makanan untuk melanjutkan perjalanannya ke China. Secara logika, mestinya Indonesia lebih dahulu masuk Islam, baru China kalau dilihat dari jalur sutra perkembangan Islam di Asia.
Teori ini pernah diungkapkan juga oleh sejumlah ilmuan kita di Tanah Air, seperti Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby. Hanya saja disayangkan kenapa mereka tidak melanjutkan penelitiannya untuk lebih membuktikan asumsinya agar bisa dipertimbangkan sebagai suatu kebenaran akademik yang dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi teori ini sebetulnya sangat masuk akal dengan berbagai pertimbangan. Ditemukannya sahabat Nabi di China yang notabene lebih jauh dari Indonesia. Para pelaut Arab tentu membutuhkan air tawar atau bahan makanan untuk melanjutkan perjalanannya ke China. Secara logika, mestinya Indonesia lebih dahulu masuk Islam, baru China kalau dilihat dari jalur sutra perkembangan Islam di Asia.