Rigor mortis terjadi karena habisnya
adenosin trifosfat (ATP) yang dibutuhkan
dalam metabolisme sel otot. ATP sebagai
sumber energi bagi otot untuk dapat
berkontraksi, dan untuk dapat mempertahankan kontraksi, otot memerlukan
pasokan ATP yang terus menerus. Tanpa pasokan yang berkelanjutan, ATP yang
ada pada otot hanya cukup untuk
mempertahankan kontraksi otot selama
beberapa detik. Pasokan ATP untuk otot
dikelola oleh tiga sistem metabolik, yaitu
sistem fosfagen, sistem glikogen-asam
laktat atau glikolisis, dan sistem aerobik.
Pada kondisi optimal, sistem fosfagen
dapat memberi pasokan untuk daya otot
maksimal selama 10-15 detik; sistem
glikogen-asam laktat dapat memberi
pasokan selama 30-40 detik; dan sistem
aerob dapat bekerja untuk waktu yang
tidak terbatas. Setelah kontraksi akibat
aktifitas, ketiga sistem ini memerlukan
waktu untuk memulihkan diri. Setelah
kematian, semua produksi ATP berhenti
walau konsumsi tetap terjadi.
Dengan
habisnya ATP, filamen aktin dan miosin
menjadi terikat secara permanen dan
terbentuklah kaku mayat. Kekakuan akan
bertahan hingga terjadinya dekomposisi.
Dekomposisi dapat dibedakan
menjadi dua proses utama, yaitu autolisis
dan putrefikasi. Autolisis adalah penghancuran sel dan organ melaui proses aseptik
oleh ezim-enzim intrasel. Pada proses ini,
ikatan aktin dan miosin yang terjadi pada
rigor mortis dihancurkan oleh proses
autolisis. Otot yang ikatan aktin dan
miosinnya dilepas oleh enzim proteolitik
tampak menjadi lemas kembali. Karena
proses ini merupakan proses kimia, maka
proses ini akan dipercepat oleh panas,
diperlambat oleh suhu rendah, dan
dihentikan oleh pembekuan atau
pemanasan yang merusak enzym. Rigor mortis umumnya mulai nampak
dan dapat dievaluasi dalam waktu 2-4
jam, dan dapat diamati terjadi di seluruh
otot 6-12 jam setelah kematian. Rentang
waktu ini dapat amat bervariasi sesuai
dengan kasus yang ada. Pada iklim tropis,
rigor mortis mulai menghilang akibat
proses dekomposisi setelah 12 jam, dan
menghilang pada seluruh otot setelah 24
jam. Pada daerah empat musim dengan
kondisi lingkungan yang dingin, rigor
mortis umumnya menghilang pada
seluruh otot setelah 36 jam, namun pada
suhu lingkungan yang amat dingin, rigor mortis dapat bertahan hingga 6 hari.
Pada kaku mayat terjadi sedikit
pemendekan otot, tetapi secara umum
tidak begitu tampak karena kelompok otot
fleksor dan ektensor semua mengalami
hal yang sama dan menimbulkan suatu
keseimbangan pada tubuh. Pada suhu
yang tinggi, maupun adanya racun seperti
parathion akan menyebabkan pemendekan
otot lebih tampak.
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Time of death.
Forensic Pathology (Second Edition).
London: CRC Press, 2001.
2. Gartner P, Hiatt JL. Muscle. Color
Textbook of Histology (Third
Edition). Philadelphia: Saunders
Elsevier, 2007