Topic outline
Pertemuan 1
- ”Learning Need Assessment" & Kontrak Belajar
- Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
Akhlaq dan Mu’amalah
1. Pengertian Akhlaq dan Mu’amalah
2. Perbedaan Akhlaq, etika, dan moral.
3. Sumber akhlaq dan ruang lingkup muamalah.
Screenshot Kehadiran
Pertemuan 2
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Akhlaq Dalam Keluarga:
1. Urgensi keluarga dalam membangun masyarakat.
2. Pernikahan sebagai sarana membangun keluarga
3. Beberapa persoalan seputar pernikahan.
- Akhlaq Dalam Keluarga:
Pertemuan 3
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Membangun Keluarga Sakinah:
1. Membangun keluarga sakinah
2. Hak dan kewajiban suami istri
3. Manajemen konflik suami istri
Metode Perkuliahan Pertemuan Ke-3 (Asinkronus)
1. Menonton Video
2. Membaca referensi
3. Menuliskan pendapatmu tentang "Bagaimana sih keluarga sakinah yang ideal itu?"
Referensi
Video Keluarga Sakinah oleh Ketua Umum PP Aisyiyah
Referensi
Pertama, https://suaraaisyiyah.id/beginilah-makna-keluarga-sakinah-menurut-aisyiyah/
Kedua, https://aisyiyah.or.id/topik/keluarga-sakinah-harus-sah-tercatat-kesiapan-dan-saling
Ketiga, https://muhammadiyah.or.id/mau-keluarga-sakinah-jangan-asal-pilih-pasangan/
Keempat, https://suaramuhammadiyah.id/2019/12/02/keluarga-sakinah-2/
- Membangun Keluarga Sakinah:
Keluarga sakinah yang ideal itu bagaimana sih?
Pertemuan 4
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Islam dan Akhlak Sosial:
- Islam Transformatif
- Kitab Suci dan Keadilan Sosial
- Dari Teologi Menuju Transformasi
- Aras Islam Transformatif
- Bahan Bacaan:
Moeslim Abdurrahman: Penggagas Islam Transformatif. See - https://ibtimes.id/moeslim-abdurrahman-penggagas-islam-transformatif/
- Islam dan Akhlak Sosial:
Berdasarkan pemahaman dan pengalamanmu, apakah Islam itu harus memihak orang miskin dan mereka yang termarginalkan?
Pertemuan 5
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan: "Akhlak Sosial"
- Memperkuat Akhlak Sosial melalui pemahaman atas sejarah sosial puasa Ramadan
- Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah
- Sejarah Yastrib menjadi Madinah al-Munawarah
- Sejarah Perang Badar
- Sejarah Pembebasan Kota Makkah
Link bahan bacaan (klik) Buku Puasa Sunyi di Kala Pandemi atau Buku referensi
Pertemuan 6
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
Video dimulai pada menit ke 2:25
Haedar Nashir Pelopor Moderasi Islam dan Keindonesiaan
1. Sosok Haedar Nashir
2. Proyek Moderasi Islam
3. Mengapa Moderasi?
5. Modal Sosial
6. Kontekstualisasi Islam Moderat
Referensi:Profil Haedar Nashir
Oleh Bachtiar Dwi Kurniawan
Haedar Nashir, lahir pada tanggal 25 Februari 1958 di Desa Ciheulang, Ciparay, Bandung Selatan dari pasangan Haji Bahrudin dan ibu Hajah Endah binti Tahim.
Haedar lahir dari keluara santri, ayahnya seorang Kyai (Ajengan), serta sejak kecil mengenyam pendidikan agama sampai mengantarkannya ke Pondok Pesantren Cintawana Tasikmalaya.
Selepas dari pesantren, Haedar melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah 3 Bandung dan SMAN 10 Bandung. Setamat dari SMA, Haedar merantau ke kota pelajar Yogyakarta, melanjutkan studi di STPMD APMD Yogyakarta.
Haedar masuk APMD karena ingin pulang ke Ciparay menjadi Camat memajukan daerahnya yang sering terisolasi secara politik dampak buruk dari DI/TII di wilayahnya Jawa Barat selatan. Tahun 1984 lulus sarjana muda, kemudian kerja tahun 1987, lalu menyelesaikan S1 di APMD tahun 1991 sebagai lulusan terbaik.
Haedar tidak jadi pulang kampung dan menjadi Camat karena menikah dengan Siti Noordjannah Djohantini, aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) aseli kelahiran Yogyakarta, yang membuat dirinya betah menetap di kota ini sampai sekarang. Dari pernikahan dengan Siti Noordjannah lahir Hilma Nadhifa Mujahidah dan Nuha Aulia Rahman, keduanya dokter lulusan UMY dan UGM.
Minatnya pada ilmu pengetahuan bidang Sosial mendorong untuk melanjutkan studi hingga meraih gelar Master tahun 1998 dan gelar Doktor tahun 2006 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang juga dengan predikat cumlaude.
Disertasi Haedar di UGM diterbitkan menjadi buku yang telah dua kali terbit, yakni Islam Syariat. Buku ini sulit disanggah. Referensinya sangat kaya dan metodologinya pun sangat kuat, kata Prof.Dr Mahfud MD. Prof. Mahfud sampai menulis kolom khusus di majalah ternama tentang disertasi Haedar itu.
Kiprah Organisasi
Sejak usia belia Haedar adalah sosok pemuda yang gemar berorganisasi. Ikatan Pelajar Muhamamdiyah yang merupakan sayap organisasi otonom Muhammadiyah adalah organisasi pelajar yang ditekuninya semenjak dari ranting sampai pimpinan pusat.
Selain aktif di organisasi, Haedar adalah sosok yang rajin membaca dan menulis. Ketekunannya dalam dunia literasi telah mengantarkannya menjadi seorang penulis prolific. Tebaran goresan penanya, banyak menghiasai rubrik-rubrik koran baik lokal maupun nasional.
Kepiawaian Haedar dalam menulis, sebagai buah dari kegemarannya membaca, semakin teraktualisasi ketika Haedar aktif di Majalah Suara Muhammadiyah, sebuah majalah terbitan Muhammadiyah yang dirintis oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan sejak tahun 1915, yang keberadaannya masih eksis melampaui kurun 1 abad.
Karir di Suara Muhammadiyah mulai dari menjadi juru ketik, wartawan, editor dan puncaknya menjadi pemimpin redaksi sampai sekarang. Karir akademik Haedar dimulai ketika menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1992 pada program studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, tahun 1992.
Di samping menjadi dosen, Haedar juga seorang intellectual cum activist penggerak Muhammadiyah. Jiwa kekaderan dan kepemimpinan Haedar semakin terpupuk ketika pada tahun 1985 mulai aktif di Badan Pembina kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang bertugas merancang, mendesain, dan menyiapkan pengaderan pemimpin Muhammadiyah.
Pada Muktamar ke-45 tahun 2000 di Jakarta, Haedar terpilih menjadi anggota Pimpinan Pusat dan diberi amanah menjadi Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendampingi Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif. Ketika menjadi sekretaris umum, Haedar yang sudah sangat terlatih, piawai mengelola laju gerak Muhammadiyah sekaligus menjadi ideolog Muhammadiyah dengan karakter inklusivisme Islam.
Duet Syafii Maarif dan Haedar Nashir saling melengkapi dalam menjaga kapal besar Muhammadiyah di tengah situasi bangsa yang berubah dan penuh gejolak saat Reformasi 1998.
Ketika Buya Prof. Dr. Syafii Ma’arif mengakhiri masa tugasnya, Haedar Nashir masih terus melanjutkan kiprahnya menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Din Syamsudin menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015, Haedar diamanahi menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai sekarang.
Kesibukan Haedar Nashir dalam mengurus Muhammadiyah, tidak menjadikan Haedar lupa dan melupakan tanggungjawab akademiknya sebagai dosen. Haedar tetap melaksanakan tugas catur dharma perguruan tinggi, mengajar, memberi kuliah kepada mahasiswa, membimbing, menguji, melakukan riset, menulis jurnal internasional bereputasi dan pengabdian kepada masyarakat.
Hal ini terasa cukup istimewa di tengah kesibukan dalam menahkodai organisasi Islam modern terbesar di dunia saat ini.
Ia masih bertugas melayani masyarakat dari Sabang sampai Merauke, termasuk kunjungan ke pelosok-pelosok tanah air menyapa penggerak perubahan di grassroot, bahkan sampai ke panggung internasional ditunaikan penuh dedikasi bersamaan dengan tugas dan perannya sebagai seorang cendekiawan kampus tanpa kehilangan karakter intelektual organik.
Karya-Karya
Sebagai akademisi, Haedar Nashir terbilang sebagai penulis yang produktif, banyak karya tulisan yang diterbitkan baik berupa artikel lepas, buku utuh dan paper hasil penelitian. Hingga pada puncaknya, Doktor Haedar Nashir dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Sosiologi.
Dari deretan panjang karya dan sepak terjang Haedar, tergambar dengan jelas betapa kuat perhatian, komitmennya pada Islam dan keindonesiaan, yang semuanya bermuara pada moderasi Indonesia yang autentik.
Faham keislaman yang moderat, tengahan, damai dan toleran yang ditopang dengan kondisi sosial bangsa yang majemuk menjadikan. Haedar mempunyai pemikiran, sikap dan tindakan yang meletakkan moderasi sebagai sebuah jalan menuju kedamaian dan kemajuan berbangsa. Moderasi politik Haedar adalah menjaga bangsa dan merawat keberagaman bersama. Dalam konteks Moderasi,
Haedar adalah sosok yang anti kekerasan, dirinya sangat sensitif jika menyaksikan kekerasan dalam bentuk apapun. Sebagai sosok yang tekun baik dalam organisasi, Haedar juga dikenal sangat tekun dalam tradisi intelektual. Karya-karya intelektualnya sejak usia muda, sangat konsisten dengan ideologi menyuarakan “Moderasi Indonesia”. Hal ini dapat dilihat dari buku-buku yang diterbitkan, antara lain:
Budaya Politik dan Kekuasaan, 1997;
Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, 1997, 1999;
Pragmatisme Politik Kaum Elit, 1999;
Perilaku Politik Elit Muhammadiyah, 2000;
Dinamika Politik Muhammadiyah, 2001;
Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah, 2001;
Ideologi Gerakan Muhammadiyah, 2002;
Islam dan Perilaku Umat di Tengah Perubahan, 2002;
Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bermuhammadiyah, 2007;
Manifestasi Gerakan Tarbiyah, 2007, 2009;
Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, 2010;
Muhammadiyah Abad Kedua, 2011;
Islam Syariat, 2007, 2013;
Ibrah Kehidupan, 2013;
Pendidikan Karakter dalam Perspektif Agama dan Kebudayaan, 2013;
Memahami Ideologi Muhammadiyah, 2014;
Gerakan Islam Pencerahan, 2015, 2017, 2019;
Muhammadiyah a Reform Movement, 2015;
The Understanding of the Ideology of Muhammadiyah, 2015;
Muhammadiyah A Reform Movement, 2015;
Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah: Agenda Strategis Abad Kedua, 2015;
Tragedi Neo-Holocaust, 2017; The Tragedy of Holocaust, 2017;
Indonesia Hitam-Putih, 2017; Black and White Indonesia, 2017;
Kuliah Kemuhammadiyahan 1, 2018; Kuliah Kemuhammadiyahan 2, 2018;
Konstruksi Pemikiran Politik Ki Bagus Hadikusumo Islam, Pancasila dan Negara, 2018;
Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologis, 2019.
Dari karya-karya tersebut tercermin kemenyatuan pandangan keislaman dan keindonesian Haedar Nashir, yang merefleksikan pemikiran, sikap dan posisi sebagai seorang tokoh dan simbol dari Moderatisme Indonesia dengan bingkai Islam Berkemajuan.
See - https://ibtimes.id/jejak-haedar-nashir-mengawal-moderasi-indonesia/
Haedar Nashir, Pelopor Moderasi Keindonesiaan
Hasnan Bachtiar 09/01/2020
Dr. Haedar, sapaan akrab ke beliau, memang bukanlah orang yang pertama, yang secara brilian memformulasikan konsep Islam dan keindonesiaan. Nama-nama tenar seperti Nurcholish Madjid, Ahmad Syafii Maarif dan Abdurrahman Wahid, adalah tiga guru bangsa yang sebelumnya mengupayakan formulasi intelektual ini. Tetapi dalam bidang sosiologi masyarakat Islam, tentu saya mengklaim, Dr. Haedar adalah peletak dasarnya.
Ia berhasil memberikan kontribusi yang signifikan, bukan sekedar mengenai diagnosa sosial pada kondisi-kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini. Namun, juga mampu menyusun preskripsi-preskripsi (baca: obat penawar) yang masuk akal dan barangkali, manjur.
Proyek Moderasi Islam
Banyak orang mengira bahwa, moderasi Islam atau promosi gagasan Islam moderat adalah sekedar wacana belaka. Atau, sekurang-kurangnya sekedar konsep. Tetapi berbeda dengan apa yang diusahakan Dr. Haedar. Ia sebagai intelektual cum aktivis, menjadikan moderasi Islam sebagai proyek.
Proyek yang dimaksud adalah rekayasa sosial politik. Melalui proyek itu, aktivis Muhammadiyah garda depan ini, ingin mendorong masyarakat Muslim Indonesia agar supaya mempertimbangkan, mengkontestasikan dan pada akhirnya mengafirmasi gagasan dan kesadaran washathiyyah Islam.
Hal ini jelas berbeda dengan upaya indoktrinasi dan bahkan yang lebih kasar adalah pemaksaan dan persekusi. Bahkan secara tegas, Dr. Haedar menyebutkan bahwa, deradikalisasi terhadap pelbagai ideologi keagamaan yang radikal, hendaknya tidak dilakukan dengan cara yang radikal pula.
Kekerasan, misalnya, mustahil ditangani dengan cara yang keras pula. Apa yang diajukan Dr. Haedar, mirip dengan konsep auto-imunisasi yang digagas oleh filsuf Perancis, Jacques Derrida. Derrida menyebut, penggunaan kekerasan yang sama untuk mengatasi kekerasan, adalah upaya untuk mengimunisasi imunnya sendiri. Padahal, masyarakat tentu memiliki kekebalan (imun) yang mampu menyelesaikan masalah, tanpa masalah (kekerasan).
Karena itulah, melalui proyek penting ini, Dr. Haedar ingin menyebarluaskan secara massif kesadaran Islam yang moderat di tengah-tengah kaum Muslim Indonesia. Jadi, yang menjadi target proyeknya adalah masyarakat, sebagai entitas sosial yang bersifat material dan konkret.
Mengapa Moderasi?
Ideologi Islam tengahan, menurutnya adalah yang paling ideal dalam mewujudkan peradaban Islam yang berkemajuan. Ketika kaum Muslim tidak secara ekstrem condong ke arah pemuliaan simbol, identitas dan hukum Islam secara membabi-buta (konservatisme), sekaligus tidak terlampau sekular, liberal dan bahkan anti agama, maka kondisi equilibrium dapat terwujud.
Ekstrem kanan maupun kiri, jelas membawa kepada kerentanan. Kerentanan itulah yang mempertajam adanya ketegangan dan pada akhirnya, konflik. Ketegangan dan konflik, merupakan perwujudan instabilitas. Sementara itu instabilitas, menguras energi kita untuk bertengkar, bercekcok dan membuat masalah-masalah baru (bukan menyelesaikan masalah). Nah, sekali lagi, moderasi Islam bertujuan mencapai equilibrium.
Equilibrium atau kesetimbangan sosial ini dianggap lebih stabil, tidak membuka ruang protes, pemberontakan dan revolusi yang melelahkan. Equilibrium memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat untuk menempa kesadaran dan kedewasaannya dalam membangun peradaban.
Equilibrium yang berkesadaran ini lebih mudah menghasilkan pelbagai konsensus sosial-politik atau musyawarah. Sehingga, agenda pembangunan seluruh masyarakat, terutama kaum Muslim sebagai mayoritas, berlangsung secara massif dan signfikan.
Modal Haedar
Dr. Haedar memiliki modal yang besar dan kuat dalam mengupayakan moderasi. Pertama, ia memiliki tradisi sosial dan intelektual yang mapan dengan ideologi dan gerakan Muhammadiyah: rumah besar di mana ia lahir, tumbuh dan menjadi matang.
Kedua, ia memiliki massa yang bisa bergerak dan berpotensi menciptakan perubahan sosial yang signifikan. Muhammadiyah sebagai tradisi, memiliki dua hal yang esensial. Pertama, Teologi al-Ma’un dan yang kedua, Teologi al-‘Ashr.
Jika yang pertama menjadikan doktrin keagamaan sebagai inspirasi untuk mengupayakan hal yang berguna (atau yang bersifat transformatif) bagi masyarakat, yang kedua, spirit keagamaan menjadi dorongan yang luar biasa untuk bekerja secara giat, disiplin dan persisten dalam rangka menyelesaikan misi liberasi sosial keagamaan tertentu. Moderasi, berdiri di atas dua fondasi filosofis Muhammadiyah tersebut.
Di samping modal spirit keagamaan yang mencerahkan dan mendorong produktivitas, modal penting lainnya adalah konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Kehidupan dan relasi sosial yang berlangsung di atas kemajemukan tersebut, mengandung nilai-nilai penting, yakni musyawarah, kebersamaan, persaudaraan dan pada akhirnya keindonesiaan (Bhinneka Tunggal Ika).
Al-Ma’un, Al-‘Ashr dan Keindonesiaan merupakan fondasi filosofis yang memastikan keberhasilan implementasi “moderasi” di tengah-tengah umat. Sementara aktivisme Muhammadiyah, merupakan motor penggerak yang mendorong massifitas proyek moderasi tersebut.
Kontekstualisasi Islam Moderat
Sebagai nahkoda gerbong transformasi sosial bersama Muhammadiyah, Dr. Haedar menyadari betul bahwa, masyarakat memerlukan gagasan yang dapat dipahami, dimengerti dan bahkan sesuai dengan keyakinan religius mereka. Dengan kata lain, dalam proses aksi komunikatif (termasuk di dalamnya adalah transfer pengetahuan), perlu adanya “moderasi” yang ramah dengan konteks kesadaran masyarakat Indonesia.
Moderasi yang dimaksud, secara konseptual bersandar kepada gagasan besar Islam Berkemajuan. Tentu saja hal ini bukanlah Islam yang baru dan bermuatan bid’ah. Tetapi, Islam yang “dipahami” secara kontekstual, sehingga secara praktis, menekankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, Islam itu sendiri sudah sangat genap dengan kemanusiaan. Akan tetapi, pemikiran Islam atau penafsiran akan ajaran agama Islam, tidak semuanya memiliki cakrawala yang menjunjung nilai-nilai tersebut. Terlebih bahwa, kurang membumi (alias kurang mengakar pada realitas masyarakat yang konkret dan material).
Dengan demikian, pemikiran Islam yang kurang sensitif dengan nilai-nilai inti Islam itu sendiri (kemanusiaan yang konkret), perlu dipersoalkan, dipikirkan-ulang dan diselesaikan dengan pelbagai cara yang paling baik dan bijaksana.
Pemikiran yang legal-sentris misalnya, hanya menekankan aspek tata aturan moral yang ketat (halal-haram; benar-salah; hitam-putih), sehingga mengabaikan aspek-aspek substantif yang lebih mendasar. Sementara itu, pemikiran yang sufistik cenderung menekankan aspek etis-estetis dan bahkan mistik, sehingga, sekali lagi, dimensi kemanusiaan yang lebih konkret tidak mendapatkan perhatian khusus.
Hal-hal yang demikian, harus digeser sedikit, sehingga memiliki empati yang cukup, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan (baca: orang-orang miskin, kelompok rentan, kaum marginal dan korban ketidakadilan, khususnya di Indonesia). Dus, kontekstualisasi proyek moderasi harus dilakukan dalam bingkai keindonesiaan dan didirikan di atas landasan Islam Berkemajuan.
See - https://ibtimes.id/haedar-nashir-pelopor-moderasi-keindonesiaan/
Intisari dari puasa ramadan bukan hanya untuk meningkatkan kualitas spiritual diri, namun juga berdimensi sosial atau menaruh perhatian pada kepentingan sesama. Ceritakanlah pengalamanmu ketika berpuasa yang berkaitan dengan keberpihakan terhadap kemanusiaan dan mereka yang termarginalkan.
Pertemuan 7
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Islam Berkemajuan untuk Memajukan Kebangsaan:
1. Dar al-Ahd wa al-Syahadah
2. Muhammadiyah dan Indonesia
3. Muhammadiyah dan NKRI
4. Muhammadiyah dan Demokrasi
- Islam Berkemajuan untuk Memajukan Kebangsaan:
Pertemuan 8 (UTS)
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS):
Ujian Tengah Semester (UTS) dimulai tanggal 14 s/d 21 Mei 2022
Pertemuan 9
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Islam dan Seni Budaya:
1. Pengertian seni dan budaya serta pandangan islam tentang seni dan budaya.
2. Prinsip Islam dalam melakukan aktifitas seni dan budaya.
3. Seni sebagai sarana dakwah.
- Islam dan Seni Budaya:
Pertemuan 10
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Islam dan Dakwah:
1. Pengertian dan Tujuan dakwah Islam
2. Strategi dakwah Rasulullah SAW
3. Dakwah amar ma’ruf nahi mungkar
- Islam dan Dakwah:
Pertemuan 11
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Jihad dalam Islam :
1. Pengertian Jihad, urgensinya, ruang lingkup dan akhlaq berjihad.
2. Anatara jihad dan terorisme, pandangan orientalis tentang jihad
- Jihad dalam Islam :
Pertemuan 12
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Islam dan Kesehatan :
1. Urgensi Hidup sehat bagi manusia.
2. Pandangan Islam tentang hidup sehat
3. Menjaga keseimbangan lingkungan hidup untuk mewujudkan hidup sehat.
- Islam dan Kesehatan :
Pertemuan 13
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Akhlaq Pergaualan Dalam Islam :
1. Menjelaskan hakikat shalat dan keutamaanya.
2. Menjelaskan pentingnya shalat bagi seorang yang mengaku beragama.
3. Menjelaskan hikmah shalat dari berbagai aspek.
4. Menjelaskan ancaman bagi orang yang tidak mengerjakan shalat.
- Akhlaq Pergaualan Dalam Islam :
Pertemuan 14
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
- Akhlaq Berbusana Dalam Islam :
1. Tujuan berbusana meurut Islam.
2. Batasa Aurat laki-laki dan perempuan.
3. Karakteristik busana mulim dan muslimah.
4. Beberapa persoalan seputar Busana dalam Pandangan Islam.
- Akhlaq Berbusana Dalam Islam :
Pertemuan 15
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan:
Pertemuan 16 (UAS)
Ujian Akhir Semester (UAS):
UAS di mulai tanggal 25 Juli s/d 05 Agustus 2022.